Handphone, media yang perlu disiasati Media secanggih handphone perlukah untuk disiasati?
Handphone/mobile phone/telepon seluler merupakan sebuah piranti telekomunikasi yang tak diragukan lagi penggunaannya bagi seluruh orang. Kehadirannya mampu memenuhi kebutuhan hidup khalayak. Kecanggihan yang dimiliki handphone dari waktu ke waktu seolah-olah memberikan solusi terhadap pemecahan masalah informasi dan komunikasi. Akibatnya, handphone menjadi media informasi dan komunikasi yang memiliki mobilitas tinggi bagi masyarakat.
Segala bentuk informasi yang ada di seluruh didunia mampu diakses dimana pun dan kapan pun orang membutuhkannya. Apalagi hal tersebut didukung oleh sarana internet dengan daya akses yang cepat dan murah. Orang akan lebih mudah melakukan browsing tanpa adanya sekat waktu dan ruang yang membatasinya, termasuk pula segala bentuk informasi pendidikan. Handphone memiliki daya akses yang luar biasa untuk mencari informasi pendidikan. Beberapa sumber memberikan informasi bahwa di beberapa kota seperti Surakarta, Purworejo, Mojokerto, dan Cimahi ada beberapa sekolah yang telah melarang siswa setingkat SMP atau SMA negeri untuk membawa handphone ke sekolah. Sekolah tersebut berdalih bahwa telah terjadi degradasi moral yang diakibatkan oleh handphone. Sungguh hal ini merupakan sesuatu yang sangat fenomenal. Satu sisi, handphone merupakan sarana akses informasi yang sangat potensial. Di sisi lain, kehadirannya di sekolah dilarang. Adakah yang perlu disalahkan? Sama sekali tidak. Kehadiranhandphone di tengah-tengah masyarakat memang tak dapat dielakkan dampaknya. Ada dampak negatif selain dampak positifnya. SMS, chatting, mendengarkan musik, main game, menerima telepon bahkan menelepon saat KBM berlangsung merupakan beberapa alasan sekolah melarang siswanya membawa handphone. Yang lebih parah lagi, siswa-siswa yang nakal sering merekam atau menyimpan gambar/ foto, video seronok bahkan film-film kekerasan ke dalam handphone. Belum lagi ditambah kasus-kasus lainnya seperti pencurian dan perampasan handphone yang diakibatkan karena kesenjangan sosial yang timbul diantara siswa itu sendiri. Peran guru sebagai pendidik menjadi berlipat ganda bebannya. Melarang siswa membawa handphone ke sekolah, bukanlah solusi yang bijak. Tidaklah sesuai bagi para stakeholder pendidikan melakukan jalan pintas dengan melarang siswa membawa handphone sementara seluruh komponen akademik, termasuk siswa, diminta untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Penggunaan handphone bagi para siswa perlu disiasati. Yang perlu dilakukan sekolah berkaitan dengan trend penggunaanhandphone dikalangan siswa adalah dengan memberdayakanhandphone tersebut sebagai sebuah media yang mendukung pembelajaran. Penting bagi para stakeholder untuk memfasilitasi siswa dengan menyediakan situs-situs pembelajaran yang di-link-kan dengan banyak situs penunjang lainnya. Guru sangat dimungkinkan menjadi kontributor utama informasi edukatif di situs-situs tersebut. Guru dapat menyusun bahan ajar dan di-upload ke situs tersebut. Lebih kreatif lagi apabila guru mampu membuat bahan ajar dalam bentuk media yang interaktif. Siswa dapat mengunduh bahan-bahan tersebut dari handphoneyang dimilikinya. Tak hanya itu. Para siswa juga dapat dimintai kontribusinya ke situs-situs yang sudah disediakan. Mereka diberi kesempatan untuk meng-upload hasil kreasinya. Menulis karangan pendek, seperti cerpen atau puisi, dan meng-upload foto dirinya adalah wadah yang sangat memfasilitasi buat mereka. Hal lain yang dapat disiasati oleh komponen pendidikan sekolah adalah melakukan pemantauan dan pembinaan. Pihak sekolah suatu saat dapat melakukan razia handphone. Apabila ditemukan penyelewengan, sekolah dapat memberikan sanksi sekaligus pembinaan ke siswa. Sekali lagi kehadiran handphone di tengah-tengah masyarakat pendidikan memang membawa dampak bagi seluruh komponen akademik. Dampak positif dan negatif. Handphone bukanlah sebuah momok yang perlu ditakuti oleh pihak sekolah. Dua pihak, siswa dan stakeholder diharapkan saling berkolaborasi. Keduanya wajib menjadikan handphone sebagai media pembelajaran yang produktif. Sumber : Manikowati, S.Pd |
Pemanfaatan Handphone Sebagai Media Pembelajaran
Dewasa ini banyak sekali handphone dari berbagai merk beredar di masyarakat. Indonesia merupakan pasar terbesar di dunia bagi para vendor handphone. Rata-rata masyarakat Indonesia memiliki handphone lebih dari satu per orangnya. Mengapa handphone banyak sekali digunakan oleh masyarakat? Hal ini tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain : infrastruktur jaringan telepon seluler yang telah dibangun di seluruh pelosok tanah air. Selain itu biaya penggunaan (untuk sementara baru biaya percakapan) boleh dibilang cukup murah. Dan faktor kelengkapan fitur yang ada di suatu handphone merupakan daya tarik sendiri bagi masyarakat untuk tidak lepas membawa handphone kemanapun dia pergi.
Keberadaan Handphone (Hp) memiliki fenomena tersendiri bagi dunia pendidikan khusunya bagi pelajar dan mahasiswa. Kehadirannya yang menawarkan kecanggihan untuk dapat mengakses segala informasi lintas dunia dengan sangat cepat, mudah dan murah sering dijadikan kambing hitam merosotnya moral/budi pekerti bangsa. Hal ini mungkin benar adanya, akan tetapi tentu tidak sepenuhnya benar jika ada anggapan/persepsi bahwa kehadiran telepon selular bagi pelajar dan mahasiswa lebih membawa dampak negatif dari pada positif. Dampak Handphone bagi Pelajar Disadari atau tidak memang segala sesuatu di dunia ini selalu hadir dalam dua sisi (positif dan negatif), tak terkecuali telepon selular, tinggal bagaimana kita mengelola agar sisi positif berperan lebih dominan dibanding sisi negatifnya. Kiranya kita sepakat bahwa kecepatan dan ketepatan akses komunikasi tentulah merupakan hal yang sangat positif bagi para pelajar dan siapa saja yang hidup di jaman ini. Sekarang untuk melakukan komunikasi cepat dan tepat cukup dengan sms. Saat itu untuk dapat menggali informasi lintas dunia kita harus pergi ke warnet yang sudah barang tentu sulit dijumpai di pedesaan. Sekarang cukup dengan telepon selular kitapun dapat mengakses informasi melalui internet. Di samping hal positif seperti tersebut di atas, kehadiran telepon selular juga mengandung konsekwensi logis dengan berbagai dampak negatifnya. Bagi pelajar, pemanfaatan telepon selular tanpa terkendali berpotensi mencetak generasi pemalas dan berkepribadian menyimpang. Bagaimana tidak? Pengguna telepon selular selaku konsumen kini telah sedemikian dimanjakan oleh segudang fasilitas mudah dan murah yang ditawarkan produsen untuk dapat mengakses informasi global tanpa batas, sehingga siswa yang nota bene belum cukup memiliki perisai atau bekal mental yang memadai cenderung lebih suka melihat, membaca bahkan mengambil sajian yang terlalu vulgar yang bertentangan dengan nilai budaya dan ajaran agama semacam foto dan video seronok/porno yang terdapat di internet. Hal inilah yang sering dijadikan alasan keprihatinan akan maraknya penggunaan ponsel yang kini menjadi salah satu trend kehidupan modern. Memanfaatkan Ponsel Sebagai Media Pembelajaran Kurang bijak kiranya jika sekolah mengambil jalan pintas membuat aturan melarang siswa membawa ponsel ke sekolah sementara sekolah senantiasa dituntut mengikuti laju perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Yang perlu sekolah lakukan berkenaan dengan trend ini adalah mengelola bagaimana memetik sisi positif dengan memberdayakan ponsel siswa sebagai media pendukung pembelajaran. Misalnya, sekolah mestinya memiliki website resmi (jika memungkinkan) atau setidaknya Blog yang dikelola dengan baik yang di dalamnya disediakan link ke situs-situs lain yang memuat informasi edukatif dan dapat diakses melalui ponsel siswa. Setiap guru di sekolah tersebut diminta berperan sebagai kontributor dengan menyusun resume bahan ajar yang akan dan atau telah dibahas di ruang kelas, syukur jika para guru tersebut mampu membuat bahan ajar dalam bentuk media interaktif untuk di upload dan dapat di-download oleh siswa. Selain guru, siswa juga diminta berkontribusi untuk memanfaatkan situs sekolah sebagai wahana untuk berkreasi (misal penulisan pantun/puisi, cerpen, resep makanan, dsb), mengungkapkan pendapat, atau sekedar mejeng dengan menampilkan foto-foto terbaik mereka. Mengantisipasi penyalahgunaan ponsel pelajar di sekolah tentu sekolah harus secara periodik melakukan pembinaan dan pemantauan(dapat dilakukan melalui rasia). Jika ditemukan penyimpangan dari penggunaan ponsel tersebut, siswa bersangkutan dapat diberi sanksi sesuai kadar penyimpangannya. Jika kadar penyimpangannya parah (misal berbau kriminal atau porno vulgar) dapat diberi sanksi dikeluarkan dari sekolah. Sumber : Didik Wira Samodra, SH, MKom |
Belajar Kapanpun Dan Dimanapun"Belajar kapan pun dan dimanapun...!!!" Ya, itulah isu yang saat ini semakin marak berhubungan dengan perkembangan media pembelajaran berbasis TIK. Dengan bertambah majunya teknologi tentunya semakin terbuka bagi dunia pendidikan untuk memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kualitasnya. Salah satu yang dikembangkan adalah pembelajaran online (atau yang sering disebut e-Learning) yang pada akhirnya berkembang lagi menjadi berbagai model seperti, Multimedia Pembelajaran Interaktif online (MPI Online), Pusat Sumber Belajar online (PSB Online), Pembelajaran berbasis Web (menggunakan moodle) dan lain-lain.
Salah satu model pengembangan sistem e-Learning yang saat ini layak dikembangkan adalah Mobile Learning (m-Learning) yang mengarah ke penggunaan device /berbasis handphone. Hal ini didasarkan pada fakta yang ada bahwa sebagian besar siswa-siswi di Indonesia memiliki handphone. Namun sayangnya masih banyak pengguna handphone yang belum memanfaatkannya sebagai media pembelajaran. Era konvergensi sekarang mengarah kepada mobile based. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perangkat mobile (handphone) yang bisa digunakan untuk mengakses banyak hal yang biasanya menggunakan komputer, contoh: searching lewat google, e-mail dengan yahoo, chatting dengan YM, social network dengan facebook, dll. Tingkat perkembangan perangkat bergerak yang sangat tinggi, tingkat penggunaan yang relatif mudah, dan harga perangkat yang semakin terjangkau, dibanding perangkat komputer personal, merupakan faktor pendorong yang semakin memperluas kesempatan penggunaan atau penerapan mobile learning sebagai sebuah kecenderungan baru dalam belajar, yang membentuk paradigma pembelajaran yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Mobile learning merupakan model pembelajaran yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pada konsep pembelajaran tersebut mobile learning membawa manfaat ketersediaan materi ajar yang dapat di akses setiap saat dan visualisasi materi yang menarik. Istilah m-Learning atau Mobile Learning merujuk pada penggunaan perangkat genggam seperti PDA, ponsel, laptop dan perangkat teknologi informasi yang akan banyak digunakan dalam belajar mengajar, dalam hal ini kita fokuskan pada perangkat handphone (telepon genggam). Menurut Clark Quinn, m-Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: dapat diakses dimanapun dan kapanpun, menyediakan fasilitas knowledge sharing dan visualisasi pengetahuan yang atraktif dan interaktif, namun tidak semua materi pengajaran cocok memanfaatkan m-Learning; dan memiliki ukuran file yang terbatas. Alasan mengapa menggunakan m-Learning adalah dikarenakan penggunaannya yang mudah, murah, layanan akses yang semakin cepat karena perkembangan fitur yang semakin canggih. Hal inilah yang mendorong Balai Pengembangan Multimedia, UPT dari Pustekkom Depdiknas untuk berinovasi mengembangkan program pembelajaran berbasis mobile (handphone). Sumber : Agus Triarso, S.Kom |
Mahasiswa di Semarang Harus BerkualitasPada era persaingan global sekarang ini, masalah ketenagakerjaan di Indonesia salah satunya ditentukan oleh keberadaan remaja atau generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa. Remaja sebagai generasi muda dituntut untuk mengembangkan diri secara optimal serta mampu melakukan penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan agar kelak di masa mendatang mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan Negara.
Remaja yang berkualitas adalah seorang remaja yang tangguh, selalu ingin meningkatkan prestasi menjadi lebih baik, mempunyai daya tahan mental untuk mengatasi persoalan yang timbul dan mampu mencari jalan keluar yang positif bagi semua persoalan hidupnya. Terbentuknya remaja yang berkualitas salah satunya dapat dicapai melalui banyaknya proses belajar yang dijalani, serta didukung dengan pola asuh orang tua yang diperoleh selama proses perkembangan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan beberapa mahasiswa di Semarang, diketahui bahwa beberapa dari mahasiswa menyisihkan waktunya untuk bekerja sambilan. Mereka memiliki motivasi untuk bekerja sambil menuntut ilmu dengan tujuan untuk mencari pengalaman dan penghasilan sendiri. Tuntutan kebutuhan pribadi yang semakin meningkat (misalnya kebutuhan untuk membeli pulsa, hobi, buku-buku bacaan, jalan-jalan, dan kosmetik), membuat mahasiswa mencari alternatif lain memperoleh uang, selain hanya mengandalkan uang pemberian orang tua. Bekerja adalah alternatif yang dapat memberikan kepuasan, karena kemampuan yang mereka miliki dapat bermanfaat dalam menghasilkan uang. Walaupun sebagian besar motif mahasiswa bekerja adalah motif ekonomi, namun secara tidak disadari mahasiswa bekerja didasari atas dorongan psikologis untuk mengembangkan kemampuannya. Bagi sebagian remaja, mencari pekerjaan dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka telah beranjak dewasa, mandiri secara finansial, bebas dari orang tua dan mampu untuk berdiri sendiri. Bagi mereka, bekerja berarti mencapai pintu masuk ke dunia orang dewasa. Terdapat bermacam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai pekerjaan sambilan, antara lain bekerja sebagai pengajar les privat, SPG (Sales Promotion Girl), penyiar radio, penerjemah, penulis, wirausaha MLM, reporter freelance, pramuniaga, penjaga wartel, penjaga warnet, penjaga rental, dan tenaga administrasi. Setiap pekerjaan mengharapkan suatu skills atau kemampuan tertentu pada mahasiswa yang akan bekerja, seperti kemampuan berbicara pada penyiar radio, kemampuan berkomunikasi dan penampilan yang menarik pada SPG, kemampuan menulis pada penulis, ketekunan dan kerajinan pada pramuniaga, dan sebagainya. Berdasarkan hasil interview dengan beberapa mahasiswa di semarang, diketahui bahwa bekerja sambilan sebagai pengajar les privat termasuk pekerjaan yang paling banyak diminati. Menurut mereka, bekerja sebagai pengajar les privat tidak terlalu membutuhkan keterampilan khusus, yang diperlukan hanya penguasaan ilmu dasar yang akan diajarkan, serta kemampuan berkomunikasi dengan siswa yang diajar. Selain itu, bekerja sebagai pengajar les privat tidak mengganggu waktu kuliah, dapat dilakukan di waktu luang, waktu mengajarnya juga relatif singkat jika dibanding pekerjaan lain, keuntungan lainnya adalah ilmu yang diperoleh saat sekolah dulu dapat diingat kembali supaya tidak terlupakan. Mahasiswa bekerja sebagai pengajar les privat juga disesuaikan dengan materi pelajaran yang dikuasainya, sebab dengan tingginya penguasaan materi yang dimiliki maka akan semakin bermutu pekerjaannya mengajar les privat. Bekerja sebagai pengajar les privat tidak membahayakan keselamatan, pekerjaan lebih nyaman, serta kegiatan mengajar ini dapat terus menstimulasi mahasiswa secara intelektual. Waktu kerja sebagai pengajar les privat yang singkat dan dilakukan di rumah siswa secara intensif, maka bekerja sebagai pengajar les privat memiliki resiko yang rendah untuk terlibat ke dalam perilaku agresif, penggunaan obat-obatan terlarang, minuman keras, serta pelanggaran norma. Pekerjaan sebagai pengajar les privat ini oleh mahasiswa sendiri dirasa menguntungkan. Berdasarkan hasil interview dengan beberapa pimpinan lembaga bimbingan les privat diketahui bahwa pendapatan yang diterima mahasiswa sebagai pengajar les privat adalah sekitar Rp. 120.000, bahkan hingga Rp. 200.000 per-bulannya. Sumber : Pradnya Patriana, S.Psi |
Rendahnya motivasi bekerja sebagai pengajar les privat pada mahasiswa
Diketahui bahwa yang menjadi permasalahan adalah rendahnya motivasi bekerja sebagai pengajar les privat pada mahasiswa. Selain itu, yang terjadi berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang terjadi pada mahasiswa yang bekerja adalah menurunnya nilai akademik di perkuliahan mereka. Rendahnya motivasi bekerja ini sebagian besar disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah kurangnya aspirasi, minat, sikap, kebutuhan, nilai yang dimiliki oleh mahasiswa. Selain itu juga disebabkan faktor sosial ekonomi dan faktor sosial kultural.
Salah satu faktor yang dianggap sangat penting dalam mempengaruhi rendahnya motivasi mahasiswa bekerja sebagai pengajar les privat adalah kurangnya kemandirian mahasiswa. Dalam hal ini berkaitan dengan kurangnya kemampuan mahasiswa dalam mengarahkan tingkah lakunya, sehingga mahasiswa kurang bertanggungjawab dalam mengambil keputusan. Mahasiswa dengan motivasi bekerja yang rendah dalam mengajar les privat juga dipengaruhi oleh kurangnya rasa percaya diri, kurang meyakini kemampuan dirinya, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan bekerjanya, serta kurang mampu membedakan mana hal yang benar dan mana yang salah. Motivasi bekerja mahasiswa sebagai pengajar les privat sangat ditentukan oleh faktor kemandirian yang dimiliki oleh tiap mahasiswa. Kemandirian merupakan salah satu ciri kualitas hidup manusia yang memiliki peran penting bagi kesuksesan hidup bangsa maupun individu. Dalam menjalankan pekerjaan sebagai pengajar les privat, mahasiswa harus memiliki kemandirian sebagai bentuk bahwa ia memiliki kemampuan untuk dapat berdiri sendiri sebagai individu, yang tidak bergantung kepada orang tua atau orang lain. Selain itu, individu yang memiliki kemandirian yang kuat akan mampu bertanggung jawab, menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, berani menghadapi masalah dan resiko, dan tidak mudah terpengaruh atau tergantung pada orang lain. Kemampuan remaja untuk mengembangkan kemandirian berkaitan dengan pengalaman mereka bersama keluarganya. Hubungan yang baik antara orangtua-remaja akan mendukung remaja untuk mandiri, sehingga perkembangan kemandirian remaja tidak menghasilkan penolakan atas pengaruh orang tua, justru remaja akan mencari masukan dari orang tua untuk mengambil keputusan. Perjuangan remaja meraih kemandirian dimata dirinya sendiri ataupun di mata orang lain merupakan proses yang panjang dan terkesan sulit. Tiga kondisi utama dalam perkembangan remaja dalam usahanya mencapai kemandirian, yaitu bebas secara emosional, mampu mengambil keputusan sendiri, mampu menetapkan batasan-batasan, nilai-nilai dan moral sendiri. Bagi seorang remaja, menjadi mandiri adalah satu syarat untuk dapat disebut dewasa, dengan demikian remaja akan memperoleh pengakuan dari lingkungannya. Sumber : Pradnya Patriana, S.Psi |
Faktor-faktor Motivasi Bekerja sebagai Pengajar Les Privat
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seorang individu untuk melakukan pekerjaan dibagi menjadi lima faktor, yaitu :
Motivasi bekerja pada remaja dipengaruhi oleh faktor kebutuhan emosional. Kebutuhan emosional adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kondisi emosional yang ada dalam diri remaja, kebutuhan ini antara lain adalah :
Sumber : Pradnya Patriana, S.Psi |
Pembuktian Teori PythagorasTeorema apa yang pertama kali dikenal siswa di sekolah? Ya, Teorema Pythagoras. Walaupun banyak dalil yang dikenal siswa di sekolah namun dalil dengan nama khusus yang pertama kali dipelajari adalah Dalil Pythagoras. Begitu terkenalnya teorema ini sehingga banyak pula buku-buku serta portal-portal di internet yang mengulas mengenai teorema ini beserta pembuktiannya. Buku The Pythagorean Proposition, karya Elisha Scott Loomis, merupakan salah satu buku yang mengulas teorema Pythagoras dengan memuat 256 bukti teorema Pythagoras. Walaupun teorema ini sesungguhnya telah dikenal jauh sebelum Pyhagoras, misalnya di Mesir Kuno lewat tali 3-4-5 yang dipergunakan untuk menentukan sudut siku-siku, namun pemberian nama Pythagoras karena diketahui bahwa ia-lah (atau pengikutnya yang mengatas namakan Pythagoras) yang pertama kali memberi bukti teorema tersebut.
Salah satu pembuktian Teorema Pythagoras yang kali ini akan dibahas adalah pembuktian dari Euclid. Bukti dari Euclid ini termasuk bukti yang unik dan menarik. |
Sumber : Sumardyono, M.Pd
|